kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berkat SETC, Bisnis “Alam Batik” Ferry Semakin Melesat


Sabtu, 09 Maret 2019 / 15:16 WIB
Berkat SETC, Bisnis “Alam Batik” Ferry Semakin Melesat

Sumber: Commercial Content | Editor: Indah Sulistyorini

Keberhasilan sering punya jalan tak terduga. Seperti dialami Ferry Sugeng Santoso, pemilik usaha “Alam Batik”. Meski kedua orang tuanya dekat dengan batik, ia tak punya ketertarikan sama sekali. 

Namun, garis tangan berubah. Pada 2006, ia terpaksa mewakili Dinar Agung, brand batik milik orang tuanya, mengikuti pelatihan pewarnaan alam di Yogyakarta dari Kementerian Perindustrian. 

Pada event itu, ia diwajibkan belajar membatik. Semua hal tentang batik dan pewarnaan alam dipelajari. Pelan pasti, ketertarikan dan kecintaan terhadap batik tumbuh.

Lalu ia sadar, batik mengajarkan banyak hal. Seperti, bagaimana hidup bermasyarakat, harmoni dengan lingkungan, menjalin kemesraan dengan Tuhan.

Merasa yakin, pada 2009, ia memutuskan menjalankan bisnis dengan brand sendiri, “Alam Batik”.

Ia membesarkan Alam Batik dengan mendidik 15 orang pembatik, yang sebagian besar tidak lulus sekolah, di kawasan tempat tinggalnya, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Pada tahun itu pula, ia bergabung dengan Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna (SETC). Kepercayaan dirinya semakin tinggi.

Motif Alam Batik karya Ferry memadukan hal yang berkaitan dengan spiritual serta mendalami makna dari setiap motif yang ada. Baginya, batik tak hanya  fashion dan seni, batik memiliki filosofi.

Filosofi yang bisa mengubah orang yang mengenakannya.
“Contoh motif kawung. Motif kawung diciptakan untuk raja agar dia menjadi seorang pemimpin yang benar, bukan bijak. Bijak belum tentu benar. Kalau benar, pasti bijak,” ujar pria kelahiran 13 April 1980 ini.

Karena menggunakan pewarna alam, produk yang dihasilkannya memiliki nilai jual tinggi.  Ia pernah menjual batik berukuran 2,5 meter seharga Rp 250 juta, karena pembuatannya tak main-main, memakan waktu 2 tahun.   
Warna pun semua dari alam. Warna kuning didapat dari kayu tegeran. Jika menginginkan warna kuning muda, dalam pengikatannya menggunakan batu tawas yang mengandung aluminium.

Sementara, untuk warna kuning yang lebih tua, diikat menggunakan batu kapur karena mengandung tembaga dan kalsium. Untuk warna gelap seperti hitam dan abu-abu, yang digunakan untuk mengikat adalah bahan yang mengandung besi.

Tak heran, karyanya mendapatkan apresiasi di sejumlah negara seperti Korea, Australia, Malaysia, Singapura, dan sejumlah negara di Eropa. 

Ferry sosok yang tak pernah berhenti belajar dan terus memperluas jaringan. Berbagai kesempatan diikutinya untuk mengembangkan Alam Batik. Salah satunya, bergabung dengan SETC. SETC telah dikenalnya sejak 2007, melalui usaha batik orangtuanya, Dinar Agung.

Sejak bergabung dengan SETC perkembangan bisnisnya cukup pesat. Dari SETC ia rutin ikut expo.  Mengikuti pameran yang diselenggarakan SETC, menjadi kesempatan besar bagi Ferry untuk memperkenalkan produknya. Alasannya, hingga kini ia tak memasarkan produknya secara online.  

Selain mengikuti expo, lanjut Ferry, UKM binaan Sampoerna juga mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan terkait peningkatan kualitas produk dan packaging. Pengetahuan mengenai hal ini, sangat bermanfaat bagi pengembangan bisnisnya.

Melalui bisnis batiknya setelah mendapat penghargaan Nayaka Pariwisata dari Kementerian Pariwisata, ia berharap, akan ada pelatihan dan pendampingan pembuatan situs web untuk memperluas pasar UKM binaan.
Ia ingin merangkul lebih banyak lagi para remaja tidak lulus sekolah atau kelompok marjinal untuk dilatih menjadi pembatik.  

Semoga terwujud!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×