Reporter: Sponsored | Editor: Fajar Pahlawan
Industri teknologi finansial atau yang biasa disebut Fintech (Financial Technology) semakin tumbuh dan berkembang besar. Hal ini didasari dengan fakta bahwa sepanjang 2017, ada 235 perusahaan di sektor ini.
Salah satu hal yang membuat industri ini semakin dilirik, selain dari regulasi yang semakin jelas dan transparan, juga karena pasar industri unbanked yang sangat besar. Pemerintah sendiri mencanangkan inklusi keuangan mencapai 75% di tahun 2019, yang pergerakannya akan dimotori, salah satunya, oleh perusahaan Fintech.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara mengatakan bahwa Bank Indonesia akan terus mendukung tren ekonomi digital. Akan tetapi, jaminan keamanan siber harus tetap menjadi prioritas utama.
“Meskipun tren digital eknomi sedang berkembang dan memberi manfaat besar, tetap harus ada cyber security tentang data dan privacy” ujarnya.
Mirza mencontohkan kasus yang kini sedang melanda Facebook, dimana terjadi kebocoran data jutaan penggunanya, tak terkecuali di Indonesia.
Lalu bagaimana dengan startup Fintech di tanah air?
Tidak dapat dipungkiri, startup identik dengan perusahaan yang menerapkan cost-efficiency, terutama startup yang baru berumur kurang dari 6 bulan. Hal tersebut diungkapkan oleh Andrian Pangerang selaku Corporate Communications Manager PT Hensel Davest Indonesia (HDI).
“Kebanyakan startup, di bidang Fintech sekalipun, lebih tertarik kepada masalah user acquisition dan model bisnisnya. Padahal keamanan data juga menjadi kunci dalam menjamin perlindungan konsumen,” ujarnya.
Lebih lanjut lagi, ia mengatakan bahwa dalam membentuk ekosistem ekonomi digital di Indonesia, semua perusahaan startup harus turut mengedepankan asas perlindungan konsumen, terutama dalam keamanan data dan privasi penggunanya.
“Jangan sampai karena satu perusahaan tidak serius dalam mengelola keamanan data dan privasi, bisa memperburuk stigma masyarakat terhadap perusahaan Fintech,” tambahnya lagi.
HDI sendiri merupakan pelopor perusahaan Fintech dan E-Commerce di Indonesia Timur, mengaku tidak ingin berkompromi untuk masalah keamanan data. Terutama melihat fakta bahwa HDI memproses lebih dari 350 ribu transaksi tiap harinya dengan nominal hingga triliunan rupiah setahunnya.
“Keamanan data dan privasi merupakan tanggung jawab besar dan berpotensi mengakibatkan masalah serius apabila tidak dikelola secara baik,” tuturnya.
Aplikasi pembayaran dan pembelian online-to-offline (O2O) dari HDI, DavestPay dilengkapi dengan sistem keamanan standar internasional dari Symantec dan Comodo dalam setiap proses transaksinya. Website-nya sendiri dilengkapi dengan sertifikasi EV-SSL dari VeriSign.
Kalau melihat dari data center-nya, HDI menggunakan data center bersertifikat Tier 3, dimana data center jenis ini hanya diisi oleh perusahaan besar yang membutuhkan tingkat uptime tinggi atau minim kendala yang dapat mengganggu operasional perusahaan, seperti perbankan, asuransi, dan lembaga pemerintahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News