Sumber: Commercial Content | Editor: Indah Sulistyorini
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) berkomitmen untuk terus mendorong perusahaan lebih membuka kesempatan kerja kepada penyandang disabilitas. Apalagi UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang disabilitas telah mengamanatkan perusahaan swasta untuk mempekerjakan 1 persen penyandang disabilitas dari total pekerjanya sedangkan perusahaan BUMN/BUMD sebanyak 2 persen.
Pemahaman tentang konsep disabilitas menjadi sangat penting ketika perusahaan ingin mempekerjakan penyandang disabilitas. Sudut pandang yang tepat dalam melihat konsep disabiltas akan mendorong perusahaan atau organisasi mengambil langkah yang efektif dalam mempekerjakan mereka.
Menurut UU no. 8 tahun 2016, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam ebrinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Sinergitas untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi penyandang disabilitas, terus diupayakan oleh pemerintah. Salah satu wujud kepedulian pemerintah terhadap penyandang disabilitas, ditandai dengan adanya nota kesepahaman antara Menteri BUMN Rini M. Soemarno dengan Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri tentang penempatan dan pelatihan kerja bagi penyandang disabilitas pada BUMN. Nota kesepahaman ini merupakan komitmen Kementerian BUMN untuk memberikan kesempatan kerja dan perlakuan yang sama bagi penyandang disabilitas, memberikan perlindungan dan pelatihan kerja bagi penyandang disabilitas di BUMN.
Sapto Purnomo, salah satu peserta studi dan penelitian mengenai disabilitas di Jepang dari Kemnaker RI menyampaikan, saat ini arah kebijakan ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas di Indonesia dilakukan secara inklusif. Artinya, siapa saja dan apapun kondisinya berhak mendapatkan pekerjaan layak.
Karena itu, Kemnaker terus memfasilitasi agar perusahaan-perusahaan dapat memberikan kesempatan kerja lebih luas kepada penyandang disabilitas, disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya. Kemudian, memiliki ikatan kerja yang jelas dengan perusahaan.
Menjadi perusahaan inklusi juga sejatinya tidak dengan harus mengubah seluruh kebijakan perusahaan. Atau berpikir memerlukan biaya besar. Asalkan ada komitmen tinggi, disertai pemahaman akan kesetaraan, maka sejumlah langkah sederhana dapat dilakukan. Misalnya, akses yang memudahkan, tersedianya lahan parkir khusus atau juga panduan-panduan sederhana lain manakala terjadi bencana.
Salah satu persoalan klasik yang menghambat terciptanya sistem ketenagakerjaan inklusi, karena masih ada stigma dari masyarakat. Bahwa kaum disabilitas, tidak bisa berkontribusi. Padahal, jika mindset masyarakat lebih terbuka, lebih menerima, seringkali dari sisi etos kerja penyandang disabilitas sangat tinggi. Bahkan mereka tidak pernah menuntut lebih.
Contoh di Jepang, pekerja yang menggunakan kursi roda, diberi kemudahan ketika bekerja, dimana posisi meja dinaikkan, sehingga kursi roda bisa masuk. Hal sederhana seperti itu, merupakan salah satu contoh, perusahaan mampu menerapkan inklusi dengan mudah. Dan sejatinya hal itu bisa diterapkan di Indonesia.
Saat ini, di beberapa daerah, juga sudah banyak perusahaan menerapkan inklusi. Misal salah satu perusahaan di Sleman, yang memproduksi alat-alat kesehatan, dimana membuat kesepakatan, ketika ada bencana seperti gempa atau kebakaran, mereka membuat simulasi dan kesepakatan, pekerja difabel ketika proses evakuasi akan digendong oleh karyawan lain.
Ini artinya, sudah ada kesadaran bersama. Karena para penyandang disabilitas itu juga sejatinya tidak terlalu menuntut lebih. Cukup komunikasikan bersama dan bertujuan mendapatkan win-win solution.
Kemnaker Bersinergi dengan Banyak Pihak
Kemnaker pun membuat komunitas Jejaring Bisnis Disabilitas Indonesia (JBDI) yang berisi sejumlah perusahaan yang sudah mempekerjakan penyandang disabilitas. Ini semacam forum bersama, untuk sharing, berbagi pengalaman bagaimana memaksimalkan potensi karyawan penyandang disabilitas.
Nah, melalui JBDI, jika ada perusahaan lain yang akan menggunakan tenaga kerja penyandang disabilitas, melalui JBDI, perusahaan tersebut dapat sharing, menimba pengalaman dari perusahaan lain. Kemnaker pun akan memfasilitasi.
Memang, tak dipungkiri, ada kendala lain yakni berkaitan dengan data disabilitas yang belum tuntas. Karena itu, Kemnaker terus mengupdate melalui aplikasi tentang wajib lapor perusahaan ada karyawan penyandang disabilitas atau tidak. Harapannya, dengan basis data valid, juga akan memudahkan dalam menyusun kebijakan maupun roadmap.
Toh, meski terkendala data, Kemnaker tak patah arang. Caranya, dengan mendekati langsung pemilik perusahaan karena biasanya akan mudah untuk diajak agar bisa membuka kesempatan karyawan disabilitas.
Di sisi lain, ketika permintaan karyawan penyandang disabilitas besar, dari sisi pasar tenaga kerja ternyata tidak cocok. Karena seringkali untuk mendapatkan calon karyawan disabilitas yang memiliki skill relatif tidak banyak. Karena itu, Kemnaker berkolaborasi dengan banyak pihak, antara lain komunitas-komunitas, LSM, agar jika ada kesempatan bekerja dapat langsung diteruskan, mempertemukan tenaga kerja desablitas dan perusahaan.
Kemudian, agar perusahaan swasta juga semakin tertarik, Kemnaker mengajak perusahaan-perusahan BUMN untuk menjadi pioner, agar menjadi contoh. Saat ini, sudah ada MoU antara Kemnaker dan Kementerian BUMN, dengan melahirkan pedoman-pedoman untuk memperbesar kesempatan disabilitas bekerja di BUMN. Bank Mandiri, salah satu BUMN yang berhasil dan komitmen mendukung kesempatan disabilitas.
Kemnaker, juga aktif melakukan sosialiasi ke berbagai kawasan industri, dengan datang langsung ke perusahaan-perusahaan. Hal ini dilakukan agar perusahaan lebih teredukasi dalam hal kebijakan inklusi tenaga kerja. Bahkan, dalam sosialisasi juga dipastikan tidak ada biaya yang perlu dikeluarkan perusahaan.
Bahkan, tim Kemnaker, sudah tiga kali sosialisasi di kawasan industri di Tangerang, juga datang langsung ke perusahaan. Kemnaker memastikan terus melakukan sosialisasi agar semakin banyak perusahaan menerapkan inklusi. Baik melalui door to door, mendatangi perusahaan, maupun bertemu langsung pemilik perusahan.
Industri tekstil dan garmen memiliki potensi untuk menyerap disabilitas lebih besar. Misalkan untuk tuna rungu, karena relatif tidak terganggu dengan kebisingan mesin tekstil, sehingga layak diberi kesempatan. Tentu dengan tetap diberikan panduan. Atau tuna daksa, dapat diberi kesempatan untuk pekerjaan yang tidak memerlukan banyak pergerakan.
Agar kebijakan inklusi lebih optimal, Kemnaker juga mengajak lembaga-lembaga pelatihan ketenagakerjaan untuk mengubah mindset terhadap penyandang disabilitas. Seperti BLK di Bekasi, berkolaborasi dengan Kemensos, yang memiliki penerjemah, sehingga ketika ada proses pelatihan, instruksi langsung diterjemahkan sehingga mudah dipahami para peserta pelatihan, karena menggunakan bahasa isyarat.
Kemudian, ketika pelatihan, juga tidak dipisah antara pekerja penyandang disabilitas dengan pekerja non disabilitas. Dengan begitu akan tercipta pemahaman saling pengertian karena pada akhirnya ketika masuk dunia kerja, tidak ada perbedaan. Juga bisa saling belajar.
Kemnaker memastikan, menjadi perusahaan inklusi pun sejatinya tidak memerlukan biaya besar. Cukup melakukan komunikasi mengajak bicara dengan karyawan disabilitas, apa yang menjadi keperluan mendasar, terutama dalam hal akses sederhana untuk menunjang produktifitas.
Misal, hal sederhana, tersedia tempat yang bisa dipakai kursi roda, akses jalan tidak curam. Untuk toilet, kursi roda bisa masuk. Tentu saja, karena inklusi, juga tidak boleh ada ada perbedaan dalam hal upah.
Ketika perusahaan sudah berkomitmen dengan penyandang disabilitas, sejatinya banyak pekerjaan yang bisa diberikan. Misalkan untuk pekerjaan yang hanya memerlukan duduk dan mencatat, seperti administrasi, bisa diberikan. Artinya, ketika sudah berkomitmen, maka banyak peluang pekerjaan untuk para penyandang disablitas. Kemnaker pun akan terus meyakinkan perusahaan bahwa ketika perusahaan menerapkan inklusi, akan memberi nilai lebih bagi sebuah perusahaan.
Perusahaan Mendukung
Salah satu perusahaan yang menerapkan inklusi yakni Chang Shin Reksa Jaya, perusahaan konveksi dan alas sepatu di Garut, Jawa Barat.
Kurnia Kridha Yudha, yang menjabat sebagai asisten direktur, menjelaskan, sejak 2014 perusahaan sudah mempekerjakan karyawan penyandang disabilitas. Sebelum direkrut, perusahaan bekerjasama dengan pemerintah setempat yang memberikan pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK).
Pada saat masuk ke perusahaan, sebelum ke lapangan, para pekerja disabilitas juga mendapat pembekalan atau training terlebih dahulu dengan menggunakan bahasa isyarat mengenai peraturan perusahaan, profil perusahaan, dan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L). Mayoritas untuk pekerja penyandang disabilitas ditempatkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan kemampuan mereka di area produksi.
“Sampai saat ini yang masih aktif bekerja ada 103 orang pekerja produksi. Kinerja mereka sangat baik, rajin, ulet, dan taat terhadap peraturan perusahaan,” ujar Yudha.
Agar program inklusi perusahaan semakin maksimal, pemerintah diminta menyediakan sarana prasarana pelatihan khusus disabilitas. Juga dengan gencar mengajak seluruh perusahaan untuk dapat segera memberikan kesempatan bekerja bagi mereka. Di sisi lain, pemerintah juga ikut serta membantu perusahaan dalam proses perekrutan dan penyediaan fasilitas untuk karyawan disabilitas.
“Pekerja disabilitas adalah pekerja dengan etos kerja yang sangat baik dan sangat menghargai pekerjaan yang didapat, sehingga perusahaan tidak perlu ragu untuk mempekerjakan mereka,” tegas Yudha.
Yang perlu diperhatikan, sebelum mempekerjakan, harus mengetahui kebutuhan perusahaan di bagian apa dan disesuaikan dengan kemampuan calon karyawan disabilitas.
Kemudian, perhatikan faktor keamanan untuk mereka bekerja. Juga penempatan yang tepat di lingkungan area kerja.
“Di perusahaan kami, seluruh karyawan sudah mendapatkan training dan menjadi budaya kerja untuk senantiasa bekerjasama dan saling menghargai. Sehingga pada saat penyandang disabilitas masuk ke lingkungan kerja normal, tidak terjadi masalah yang mengganggu kenyamanan pekerja penyandang disabilitas dalam bekerja,” ucap Yudha.
Dari sisi kendala, ada juga, namun semata pada saat komunikasi dengan penyandang tuna rungu dan tuna wicara saja, karena tidak semua karyawan dapat menggunakan bahasa isyarat. Pada umumnya, pekerja disabilitas kompak, penurut, tamah, ulet, fokus, tapi sensitif apabila terdapat hal yang membuat mereka tergangggu.
Ke depan, perusahaan akan selalu mendukung pekerja penyandang disabilitas. Selain dengan merekrut, perusahaan mendukung bakat-bakat mereka seperti beberapa dari karyawan disabilitas perusahaan ada yang menjadi atlet Paralympic.
“Kami memiliki rencana untuk memberikan apresiasi khusus untuk pekerja penyandang disabilitas yang memiliki potensi,” tegas Yudha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News