kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Peer-to-Peer Lending, Benarkah Sekeren yang Diberitakan?


Rabu, 29 Agustus 2018 / 17:19 WIB
Peer-to-Peer Lending, Benarkah Sekeren yang Diberitakan?

Reporter: Sponsored | Editor: Indah Sulistyorini

Dewasa ini sudah banyak yang mengetahui keberadaan perusahaan yang menawarkan layanan pinjaman online atau yang lebih kerennya disebut peer-to-peer (P2P) lending. Istilah tersebut mengacu kepada platform yang menawarkan kredit pinjaman uang secara online. Disebut P2P karena si peminjam akan dihubungkan dengan si pemberi pinjaman berdasarkan kriteria kecocokan si calon peminjam.

Layanan ini biasanya menawarkan suku bunga rendah dengan iming-iming aplikasi disetujui dalam waktu cepat. Tidak jauh berbeda dengan perusahaan pemberi pinjaman dimana iklannya sering kita jumpai menempel di tiang listrik, hanya saja P2P Lending ini berada di ranah online.

Seiring berjalannya waktu, P2P Lending ini semakin populer di tengah masyarakat, terutama dengan luasnya pemberitaan dimana-mana antara satu perusahaan dengan yang lainnya. Tentu, melihat dari efisiensi, calon peminjam bisa langsung mengajukan pinjaman dengan mudah lewat aplikasi di smartphone atau lewat web browser. Tidak perlu repot-repot datang ke kantor, selain itu si pengaju tidak perlu memberi jaminan berupa BPKB, surat tanah, dan sebagainya.

Dengan semua kepraktisan tersebut, tidak heran apabila P2P Lending menjadi sangat populer di kalangan masyarakat. Ditambah gencarnya pemberitaan dari media massa. Tetapi apakah P2P Lending benar-benar sekeren yang diberitakan?

Dalam prakteknya, ternyata sangat banyak para pengaju pinjaman yang aplikasinya ditolak tanpa alasan yang benar-benar jelas. Belum lagi masalah pada mobile app yang sering terkendala sehingga mengakibatkan ketidakakuratan proses pembayaran dari peminjam, contohnya adalah tagihan yang masih terus berjalan dalam sistem padahal peminjam sudah melunasinya. Tidak sedikit yang mengeluhkan kendala error seperti ini karena akan mempengaruhi penilaian kredit atau yang biasa disebut loan grade. Turunnya grade biasanya akan berakibat pada tingginya beban bunga pada pinjaman selanjutnya hingga ditolaknya pengajuan pinjaman.

Sebenarnya apa yang menjadi dasar penilaian kredit seseorang?

Penyedia P2P Lending biasanya melakukan credit analysis melalui data-data calon peminjamnya seperti rekening bank dan NPWP. Bahkan beberapa penyedia memberi persyaratan lebih jauh lagi dengan meminta akses smartphone seperti GPS, kontak telepon, kotak masuk SMS, email, dan riwayat browser. Pertanyaannya seberapa jauh data yang diberikan bisa dipertanggungjawabkan? Terutama apabila ternyata pengajuan ditolak setelah memberikan semua data tersebut.

Beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan dengan praktik debt collection dari salah satu penyedia P2P lending bernama RupiahPlus. Pasalnya, RupiahPlus menggunakan hak akses aplikasinya di smartphone pengguna untuk menghubungi nomor kontak telepon tanpa seizin pengguna. Hal tersebut dianggap penerobosan privasi pengguna dan penyalahgunaan data. Atas kasus ini, RupiahPlus mendapat sanksi pembekuan izin selama 3 bulan oleh OJK.

Credit scoring analysis sering digunakan untuk mengukur tingkat pinjaman seseorang berdasarkan data-data yang relevan seperti histori transaksi bank, pajak, dan riwayat kredit. Masalahnya, sebagian besar penyedia P2P Lending tidak memiliki credit scoring yang mumpuni terutama dikarenakan kurangnya akses terhadap data. Hal tersebut yang menyebabkan banyak pengajuan pinjaman seringkali ditolak. Atau kurangnya penilaian yang menyebabkan grade menjadi rendah seperti contoh yang disebutkan sebelumnya.

Lalu apakah ada penyedia P2P Lending yang mumpuni dari segi credit scoring hingga sistem penyaluran pinjaman? Jawabannya: Ada.

PT Hensel Davest Indonesia (HDI) merupakan perusahaan fintech yang mana bisnis intinya memproses transaksi pembayaran multi-biller seperti PLN, PDAM, BPJS, multifinance, serta digital distribution. Ada jutaan transaksi yang diproses oleh HDI setiap bulannya. Untuk pembayaran listrik saja, HDI memproses 25% dari seluruh pembayaran tagihan PLN secara nasional. Belum lagi biller-biller lainnya.

Jalur distribusi HDI adalah DavestPay, yang merupakan aplikasi multi-platform untuk pembayaran tagihan dan pembelian online. DavestPay menjadi penghubung transaksi online yang dimotori oleh warung dan kios tradisional yang sudah menjadi mitra DavestPay.

Melihat histori transaksi dan potensi mitra yang dimiliki, HDI berinisiatif menciptakan platform P2P Lending sendiri, PinjamAja. Melalui PinjamAja, HDI menyalurkan pinjaman modal usaha kepada mitra DavestPay hingga 30 juta rupiah!. PinjamAja sendiri sudah mendapatkan izin sebagai penyedia P2P Lending oleh KOMINFO.

Dengan sejumlah data yang dimiliki ditambah dengan target market dari HDI yang sebagian besar merupakan UMKM, PinjamAja dinilai bisa menjadi saluran distribusi kredit mikro yang akan sangat membantu pemilik usaha kecil. Modal inilah yang akan digunakan untuk menembus pasar P2P Lending.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×