Reporter: Sponsored | Editor: Tony Ardianto
Perkembangan teknologi kedokteran semakin maju pesat. Berbagai teknik baru terus bermunculan. Sayangnya Indonesia selalu tertinggal. Hingga belasan tahun. Ambil contoh mengenai tren pemeriksaan kesehatan berdasarkan aspek genetik alias deoxyribonucleic acid (DNA).
Meski metode ini di luar negeri sangat maju, di dalam negeri, masih belum terlalu dikenal. Kalau pun ada, pemainnya justru lebih banyak asing. Tentu saja, menimbulkan tanda tanya besar mengenai keamanan dari sisi data genetik milik masyarakat Indonesia.
Sejatinya, tren pemeriksaan genetik, berkembang seiring dengan sifat penanganan pasien yang semakin personal. Seperti diketahui, setiap orang memiliki keunikan tersendiri berdasarkan sifat genetika yang dimiliki. Alhasil, manakala sakit dan harus mengosumsi obat, dari sisi takaran, dosis, tidak bisa disamakan meski mungkin memiliki indikasi penyakit sama.
Ilustrasi sederhana, ketika batuk, obat A mungkin akan cocok untuk Budi. Namun tidak serta merta obat A itu bakal mujarab untuk Ahmad. Ini terjadi karena Budi dan Ahmad memiliki faktor genetika yang berbeda dalam merespons kandungan obat.
Ini artinya, dalam menangani suatu penyakit, diperlukan pedekatan yang lebih personalize karena respons seseorang terhadap obat, tidak sama. Obat penahan nyeri, obat diabetes, obat hipertensi, reaksinya akan berbeda bagi setiap orang.
Contoh lain, mereka yang menderita kanker, sering diasumsikan akan sembuh jika menjalani kemoterapi. Nyatanya, 70 persen pasien yang menjalani kemoterapi tidak mendapat kesembuhan maksimal. Ini sangat wajar karena pendekatan kemo, seperti bom yang menaruh semua obat ke dalam tubuh, dia tidak memilih hanya membunuh sel kanker saja.
Padahal, jika dilakukan pemeriksaan genetika terhadap sel kanker terlebih dahulu, akan didapat data yang lebih akurat, sehingga titik pengobatan kanker akan lebih presisi dengan tingkat kesembuhan hingga 90% lebih. Contohnya penderita kanker paru yang memiliki mutasi EGFR T790M, maka terapinya menggunakan obat generasi 2 dan pasien ini tidak akan sembuh jika dikemoterapi.
Ilustrasi lain, obat Warfarin ini adalah obat pengencer darah, biasa di pakai pasien jantung atau stroke, selama ini takaran untuk tiap pasien ditentukan secara “trial and error”. Takaran dikurangi/ditambah (disesuaikan) dengan melihat efek pada pengenceran darah si pasien. Padahal, jika dosis tidak tepat, tidak pas, Warfarin punya efek samping tidak bagus. Misal jika dosis terlalu banyak, justru bisa mengakibatkan pendarahan misalnya di otak, ini sangat dikhawatirkan.
Nah, dengan pemeriksaan genetik sebelum pemberian obat (farmakogenomik), dan pemeriksaan genetik sebelum pengobatan kanker (targeted therapy), akan diketahui strategi pengobatan yang tepat untuk si pasien. Jadi, melalui pemeriksaan genetik, dokter tidak harus menghitung lagi, mengira-ngira takaran obat, atau coba coba obat. Sehingga pemberian obat pun jadi lebih presisi. Pasien juga lebih cepat sembuh.
Asal tahu saja, Belanda merupakan negara yang sudah mendata semua jenis karakter genetik warga negaranya terhadap jenis obat-obatan. Alhasil, manakala ada yang sakit, seperti diabetes, ketika harus beli obat, cukup dengan menunjukkan kartu yang berisi rekam genetik. Sehingga rumah sakit atau apotik bisa memberi obat dan dosis yang paling sesuai sehingga hasil pengobatan bagi warga Belanda lebih optimal.
Tiga Model Pemeriksaan
Secara global pemeriksaan genetik dikelompokkan dalam 3 tema. Pertama untuk kesehatan, terdiri dari Disease Risk, Early Screening, Diagnosis, Pharmacogenomic. Targeted Theraphy; Kedua, untuk life style yakni kategori Nutrigenomic, Fitness & Beauty; dan Fun, yakni Traits Anchestry.
Disease risk, berguna untuk mengetahui apakah tubuh memiliki variasi gen yang terkait dengan risiko penyakit tertentu misalnya diabetes, kanker, jantung dll.. Bisa saja saat ini sehat, namun muncul pertanyaan apakah benar-benar sehat dan tidak membawa gen tertentu? Pertanyaan itu akan terjawab jika dilakukan pemeriksaan genetik.
Setelah diperiksa kemudian diketahui ada indikasi gen kanker, bukan berarti pula divonis kanker. Namun hal itu menjadi informasi awal sehingga bisa dicegah, karena pada hasil akan muncul rekomendasi / anjuran untuk menghindari serta tersedia pula konsultasi genetik. dengan begitu lebih efektif efisien, dibandingkan ketika sudah sakit, kemudian diobati, karena akan ada selalu sisa bekas pengobatan.
Jika mengetahui disease risk, dapat lebih dimaksimalkan penanganannya. Termasuk setelah berdiskusi dengan konselor genetik, diberitahu boleh tidaknya dalam mengosumsi makanan tertentu sehingga potensi sakit bisa jauh berkurang.
Pemeriksaan genetik, juga berguna untuk life style yang tidak terkait dengan sakit atau penyakit, yang disebut dengan nutri genomik, respons tubuh terhadap makanan berdasarkan genetik. Seperti diketahui, tiap makanan yang masuk ke tubuh, akan direspons berbeda. Walau pun disebut makanan sehat, belum tentu akan sehat untuk individu tertentu karena ada faktor genetik yang juga khusus.
Ada juga skin and health. Sifat genetik kulit terhadap suatu produk akan berbeda-beda. Ada faktor kelembapan, kolagen, atau kulit cepet keriput. Ketiga, pemeriksaan genetik bisa juga untuk fun. Misal untuk mengecek apakah ada darah Portugal atau Jepang di tubuh kita. Kalau ada berapa persen. Bisa juga untuk mengetahui apakah ada gen lesung pipit, atau mata biru.
Jadi, dengan aspek fun tadi, pemeriksaan genetik bukan hal menakutkan. Namun, karena pemeriksaan genom memiliki tingkat berbeda dengan pemeriksaan lain, seperti kolesterol, si pasien juga harus mengisi form yang lebih detail.
Melalui pemeriksaan genetik (ProSafe), para orang tua juga dapat mengetahui jenis kelamin buah hati meski umur kandungan baru 10 minggu. Juga dapat mendeteksi kemungkinan janin mengalami down syndrome akibat kelainan kromosom 21.
PT Prodia Widyahusada Tbk telah bertransformasi menjadi next generation laboratory yang dilengkapi fasilitas untuk pemeriksaan genetik terbaru seperti microarray, mass array dan next generation sequencing. Sehingga pemeriksaan genetik tidak perlu dikirim ke luar negeri tapi bisa dilakukan di Prodia. Selain itu laboratorium Molekular Prodia (Prodia Genomics) juga didukung laboratorium Patologi anatomi yang telah mengantongi Izin Operasional sebagai Laboratorium Khusus Patologi Anatomik dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sehingga melayani pemeriksaan sampel jaringan manusia (histopatologi), sampel cairan tubuh (sitopatologi) dan ekspresi protein pada jaringan ataupun sel manusia (Imunohistokimia) untuk pemeriksaan molecular pathologi seperti mutasi EGFR pada kasus kanker paru. Bahkan sampai saat ini Prodia adalah satu satunya laboratorium di Indonesia yang sudah mengerjakan secara rutin pemeriksaan ultrasensitive mutasi EGFR ctDNA.
Saat ini Prodia melayani pemeriksaan genetik terkait health dan life style.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News