kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perusahaan Fintech yang Mencengkeram Indonesia Timur


Selasa, 14 Agustus 2018 / 15:17 WIB
Perusahaan Fintech yang Mencengkeram Indonesia Timur

Reporter: Sponsored | Editor: Indah Sulistyorini

Saat ini banyak perusahaan-perusahaan Fintech (Financial Technology) yang bermunculan dalam 4 tahun terakhir. Tercatat per Desember 2017, jumlah perusahaan fintech di Indonesia mencapai 235 perusahaan. Fenomena ini dipandang sebagai salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Niki Luhur berpendapat serupa. Ia mengatakan bahwa target inklusi keuangan negara adalah untuk mencakup 75% masyarakat pada tahun 2019, dari 63% di tahun 2017.

Data yang dirilis oleh lembaga konsultan Solidiance mengungkapkan bahwa sebesar 50% masyarakat Indonesia masih belum terjangkau oleh akses layanan perbankan (unbanked), sementara 60% transaksi finansial masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan sekitarnya.

Fakta tersebut membuktikan bahwa layanan fintech masih belum merata ke seluruh wilayah Indonesia. Di sejumlah wilayah timur Indonesia masih sangat banyak populasi masyarakat unbanked dan SME (Small-Medium Enterprise) yang belum tersentuh oleh layanan fintech.

Ketika sebagian besar perusahaan fintech masih terfokus di wilayah Jawa dan sekitarnya, PT Hensel Davest Indonesia (HDI) sudah lebih dulu angkat nama sebagai market leader di wilayah timur Indonesia. HDI sendiri merupakan perusahaan fintech dengan spesialisasi digital distribution. Perusahaan yang berbasis di Makassar, Sulawesi Selatan ini memiliki pengalaman serta track record yang bagus dalam menangani transaksi prepaid PLN, pulsa, pembayaran BPJS, tagihan PDAM, tiket pesawat, dan masih banyak lagi.

Kiprah HDI di industri fintech sudah cukup mapan. Ditinjau dari sisi teknis dimana perusahaan sudah menggunakan data center yang sudah bersertifikasi tier 3 yang berlokasi di Indonesia dan Singapore, memiliki tim programmer internasional, serta merekrut tim senior-level management yang dihuni oleh talenta-talenta kelas atas yang berpengalaman di berbagai perusahaan baik dalam maupun luar negeri.

Dari sisi transaksi, HDI mengklaim selama tahun 2017, mereka berhasil memproses 150 juta transaksi. Di tahun 2018 ini, jumlah transaksi HDI meningkat 30% dibanding tahun lalu dalam periode yang sama. Berdasarkan fakta tersebut, Frost & Sullivan menyebut HDI sebagai perusahaan fintech terintegrasi yang terbesar di timur Indonesia.

Lalu bagaimana cara HDI menerapkan inklusi finansial di wilayah yang bisa dibilang sebagai blue ocean dari layanan fintech ini?

HDI memiliki ratusan ribu jaringan agen pada program DavestPay O2O (Online-to-Offline) dimana sebanyak 65% diantaranya berada di wilayah timur Indonesia. Jumlah user base dari para agen ini mencapai 25 juta orang dimana sekitar 20%-30% berasal dari luar Indonesia. Aplikasi DavestPay ini bisa diunduh melalui smartphone dan bisa diakses melalui web serta memiliki fitur SMS dan API. Konsepnya adalah para agen ini akan mengubah toko konvensional seperti warung dan toko kelontong menjadi loket pembayaran online. Selain itu, para agen ini juga menjual dalam jumlah besar (bulk order) ke konter-konter pulsa dan loket pembayaran lainnya.

“DavestPay akan bergerak kearah integrated mobile payment ke ritel tradisional untuk mendisrupsi supply chain dari pemilik usaha ke principal,” ujar Hendra David selaku CEO HDI. Dirinya juga mengatakan akan menciptakan ekosistem dimana UMKM akan terbiasa melakukan transaksi non tunai atau yang biasa disebut cashless society.

Di tahun 2018 ini, HDI sedang menggarap sektor-sektor fintech lain seperti peer-to-peer lending, payment gateway, international remittance, serta E-Commerce. Hal ini ditujukan sebagai solusi lengkap inklusi keuangan yang terintegrasi bagi masyarakat unbanked.

Beberapa layanan HDI yaitu layanan peer-to-peer Lending PinjamAja. Melalui PinjamAja, HDI menyalurkan pinjaman berupa modal usaha kepada mitra DavestPay dengan nilai pinjaman hingga 30 juta rupiah!. Hal tersebut dinilai sangat membantu kalangan pengusaha kecil dan mikro (UMKM) untuk dapat bersaing di tengah pasar yang semakin sengit. PinjamAja sendiri sudah mendapatkan izin sebagai penyedia P2P Lending oleh KOMINFO.

Sementara EMPOSH merupakan platform white-label E-Commerce dimana mitra HDI dapat membuat sendiri aplikasi dan website untuk produk yang dijual.

Demi mewujudkan rencana tersebut, HDI melakukan sejumlah upaya dimana salah satunya adalah melakukan proses IPO. Analis dari Mirae Asset Sekuritas mengatakan bahwa di tahun 2018 ini akan ada perusahaan fintech dari Indonesia timur yang akan melakukan IPO, yang mana diprediksi akan menjadi IPO terbesar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×