kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Strategi Penetrasi Masyarakat Unbanked


Jumat, 10 Agustus 2018 / 16:09 WIB
Strategi Penetrasi Masyarakat Unbanked

Reporter: Sponsored | Editor: Indah Sulistyorini

Secara harfiah, unbanked adalah masyarakat yang sudah cukup umur yang masih belum memiliki rekening bank, oleh karenanya tidak memiliki akses layanan perbankan dasar seperti tabungan. Berbicara mengenai masyarakat unbanked di Indonesia cukup memprihatinkan. Faktanya baru 36% dari populasi masyarakat Indonesia yang memiliki rekening bank. Padahal Indonesia digadang-gadang sebagai pasar ekonomi digital di tahun 2020.

Bukannya tanpa solusi, justru dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, semakin banyak perusahaan yang berlomba-lomba untuk mengadopsi teknologi untuk bisa meraih pangsa pasar yang lebih luas, terutama masyarakat unbanked.

Penetrasi smartphone merupakan salah satu faktor mengapa industri teknologi semakin besar. Harga jual smartphone yang semakin murah disertai dengan mudahnya akses internet juga turut mendukung. Imbasnya adalah disrupsi yang semakin mempermudah hidup semua orang. Data dari wearesocial mencatat sebanyak 132,7 juta pengguna internet di Indonesia, dengan 81% kebanyakan mengakses lewat smartphone.

Dari sisi layanan finansial, muncul yang namanya Fintech (Financial Technology). Fintech ini merupakan inovasi layanan keuangan yang ditujukan untuk menyederhanakan proses sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan akses produk keuangan dan meningkatkan literasi keuangan.

Kemunculan fintech ini yang diharapkan menjadi solusi inklusi keuangan dan meningkatkan jumlah masyarakat yang terpapar layanan keuangan (Bankable).

Tetapi pada prakteknya, hampir seluruh perusahaan fintech masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatra. Sementara di wilayah Indonesia timur masih belum ada yang menggarap dengan serius. Hal ini dibuktikan dengan tingkat inklusi keuangan di Indonesia timur yang hanya sebesar 41%.

Berbeda dengan wilayah Jawa dan Sumatra, Indonesia timur masih belum memiliki infrastruktur yang memadai, dampaknya adalah jaringan internet yang kurang baik. Hal ini dianggap sebagai alasan mengapa perusahaan fintech masih enggan ‘berkunjung’ ke sana. Namun dalam waktu dekat, kondisi ini akan berubah. Pada tahun 2019 nanti, proyek Palapa Ring Timur diharapkan akan rampung. Proyek ini diharapkan akan meningkatkan jaringan internet hingga setara dengan pulau Jawa, yaitu sekitar 7 MBPS.

Meskipun demikian, hal tersebut tidak semerta-merta meningkatkan literasi keuangan tanpa adanya layanan yang memadai untuk perilaku masyarakat di Indonesia timur.

Di wilayah Sulawesi Selatan, tepatnya di Makassar yang merupakan gerbang Indonesia timur, telah beroperasi perusahaan fintech dan E-Commerce, PT Hensel Davest Indonesia (HDI) dari tahun 2013. Perusahaan ini bergerak di bidang digital distribution dengan aplikasinya DavestPay untuk memudahkan masyarakat membayar tagihan seperti BPJS, PDAM, cicilan kendaraan bermotor serta pembelian produk digital seperti token PLN, pulsa, tiket pesawat, dan masih banyak lagi.

Dalam prakteknya, PT HDI membuat program DavestPay O2O (Online-to-Offline), untuk mengubah toko-toko tradisional menjadi loket pembayaran online melalui aplikasi DavestPay. Hal ini dilakukan mengingat perilaku masyarakat yang cenderung berbelanja di toko atau warung terdekat, sehingga dengan adanya program ini akan membantu masyarakat untuk bisa bertransaksi dan membayar tagihan di toko dan warung terdekat.

Untuk meningkatkan inklusi keuangan, PT HDI akan meluncurkan layanan fintech yang terintegrasi. Seperti layanan peer-to-peer lending dan pembiayaan alternatif, PinjamAja; Layanan web & mobile apps white label untuk UMKM, EMPOSH; layanan transfer uang mancanegara dalam waktu singkat, Motransfer; serta layanan payment gateway, BiroPay. Semua layanan tersebut akan berintegrasi dengan program DavestPay O2O untuk membantu masyarakat mendapatkan layanan keuangan yang inovatif. Misalnya sebuah warung dalam jaringan DavestPay O2O dapat mengajukan pinjaman berupa modal usaha dengan PinjamAja, atau memiliki aplikasi web dan mobile melalui EMPOSH.

Solusi terintegrasi seperti inilah yang lebih dapat membantu masyarakat dalam mendapatkan akses layanan keuangan serta menciptakan komunitas UMKM non tunai (cashless society).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×